Adab kepada Pemimpin Negeri
“60 tahun di bawah pimpinan imam/pimpinan yang jahat/lalim itu lebih baik daripada satu malam tanpa pemimpin.”
------------------------------------------------------------
Carut-marutnya kondisi negeri kita,
yang disalahkan adalah pemimpinnya.
Sehingga kita pun menuntut sang presiden untuk lengser dari jabatannya, kita berdemo besar-besaran.
Namun, tunggu dulu..
Ingatkah kita dengan kejadian tahun 1998..?
Saat itu kekacauan dimana-mana, para mahasiswa berdemo meminta presiden untuk turun dari jabatannya,
apakah yang terjadi setelahnya?
Akankah kondisi negeri ini semakin baik?
Tidak juga,..
Bahkan ada tagline
"Piye, isik enak jamanku tho?"
Iya, kita pun jadi merindukan masa-masa dahulu,
ketika rupiah masih stabil terhadap dolar,
dolar saat itu cuma Rp. 2.000,-
harga-harga masih murah,
keamanan terjamin,,,
Lucunya,
itu adalah era Presiden yang pernah mereka lengserkan.
Dan kini hanya bisa membayangkan enaknya jaman dulu.
Terus,
mau mengulangi kejadian yang sama?
Ingin melengserkan pemimpin yang resmi?
Tidakkah pernah terbayangkan bagaimana kondisi setelahnya?
Akankah keamanan semakin terjamin?
Akankah segalanya berangsur semakin baik?
Dilengserkannya pemimpin yang sah, kemungkinan ada 3 hal:
1. Dapat pengganti yang lebih baik,
2. Penggantinya sama saja,
3. Yang lebih parah, ternyata penggantinya jauh lebih buruk.
Dan biasanya, kondisi ke-3 yang terjadi.
Daripada kita "berperang" dengan demo melawan pemimpin kita, kenapa tidak kita instropeksi diri saja..
Al-Hasan al-Bashri rahimahullahu mengatakan, “Ketahuilah—semoga Allah Azza wa Jalla memberimu ‘afiyah (keselamatan)—bahwa kezaliman para raja merupakan azab dari Allah Azza wa Jalla. Dan azab Allah Azza wa Jalla itu tidak dihadapi dengan pedang, akan tetapi dihindari dengan doa, taubat, kembali kepada Allah Azza wa Jalla , serta mencabut segala dosa. Sungguh azab Allah Azza wa Jalla jika dihadapi dengan pedang maka ia lebih bisa memotong.” (asy-Syari’ah karya al-Imam al-Ajurri rahimahullah, hlm. 38, dinukil dari Fiqih Siyasah Syar’iyyah, hlm. 166—167)
Kalaulah memang ada yang salah dengan pemimpin kita, maka cara terbaik adalah dengan menasehati pemimpin kita, bukan malah melakukan demonstrasi.
Menasehatinya pun tetap ada adabnya, yaitu bertemu secara empat mata, bukan malah menampakkan kekurangan-kekurangannya di publik semisal di media sosial, karena hal itu hanya akan menjatuhkan kehormatan pemimpin kita.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Penguasa adalah naungan Allah di bumi. Barangsiapa yang memuliakannya maka Allah akan memuliakan orang itu, dan barangsiapa yang menghinakannya, maka Allah akan menghinakan orang tersebut.” (HR. Ahmad 5/42, At-Tirmidzi: 2225, As-Shahihah 5/376)
Kalaulah kita tidak bisa menasehati pemimpin kita secara langsung, maka doakanlah kebaikan untuk pemimpin kita.
Imam Al-Barahari berkata,
“Jika engkau melihat seseorang mendoakan kejelekan bagi penguasa maka ia adalah pengikut hawa nafsu, dan bila engkau melihat seseorang mendoakan kebaikan bagi penguasa, maka ketahuilah bahwa ia adalah pengikut sunnah.” (Syarhus Sunnah, hal. 328)
Hanya doa?
Jangan remehkan yang namanya doa,
karena doa bisa merubah takdir..
Post a Comment